بسم الله الحمن الرحيم
....أسلام عليكم
Indahnya ciptaan Tuhan... |
Suatu
ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, dia didatangi seorang
pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya perlahan, wajahnya
muram dan tubuhnya tidak terurus. Sepertinya, persoalan yang dihadapinya sangat
berat hingga sangat menyusahkan hatinya. Begitu bertemu dengan seorang tua yang
bijak, dia segera menceritakan semua permasalahan yang dihadapi.
Pak
Tua yang bijak hanya mendengarkannya dengan saksama. Begitu tamunya selesai
bercerita, ia lalu mengambil segenggam brotowali dan memintanya untuk mengambil
segelas air. Ditaburkannya serbuk brotowali itu ke dalam gelas lalu dikacaunya
perlahan.
"Cuba minum ini! Lalu katakan bagaimana rasanya?"
Ujar Pak Tua itu.
"Pahit...pahit
sekali,"
jawab anak muda itu sambil meludah ke samping.
Pak
Tua tersenyum.
Lalu dia mengajak tamunya berjalan-jalan di hutan sekitar
rumahnya. Mereka berjalan berdampingan. Akhirnya mereka tiba di tepi sebuah
telaga yang tenang.
Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam brotowali ke dalam
telaga. Dengan sepotong kayu, ia mengacau air telaga sehingga sebahagian airnya
terpercik membasahi wajah pemuda itu.
"Sekarang,
cuba ambil air dari telaga ini dan minumlah!"
Ujar Pak Tua kemudian.
Pemuda
itu menuruti apa yang diminta Pak Tua. Ia segera meminum beberapa teguk air
telaga. Begitu tamunya selesai meneguk air,
Pak Tua berkata lagi,
"
Bagaimana rasanya?"
"Segar!"
Sahut anak muda itu.
"Apakah
engkau boleh merasakan pahitnya brotowali di dalam air itu?"
Tanya Pak Tua
lagi,
"Tidak,"
jawab si pemuda.
Dengan
bijak, Pak Tua menepuk belakang si pemuda. Lalu dia mengajaknya duduk
berhadapan, bersimpuh di samping telaga.
"Anak muda, dengarkanlah
ucapanku. Pahitnya kehidupan yang engkau rasakan seperti segenggam brotowali.
Jumlah dan rasa pahit itu sama dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang
kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu tergantung
dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada
hati kita. Jadi ketika engkau merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup,
hanya ada satu hal yang boleh engkau lakukan untuk mengatasinya. Lapangkanlah
dadamu menerima semua itu. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.
"
Pak Tua itu kembali menambahkannya,
" Hatimu adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.
Jadi, jangan jadikan hatimu seperti gelas, jadikanlah ia laksana telaga yang
mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan
kebahagiaan. "
Keduanya
menganjak meninggalkan tepian telaga. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan
Pak Tua yang bijak, kembali menyimpan segenggam brotowali untuk pemuda lain
yang sering datang padanya bagi meminta nasihat.
Kesimpulannya, segala apa yang kita hadapi bergantung kepada apa yang kita fikirkan.. kita adalah apa yang kita fikirkan...
No comments:
Post a Comment